Minggu, 31 Januari 2010

Buah Hasil dari Kikir

Mungkin banyak yang heran, mengapa saya meletakkan tulisan dengan tema kikir ini. Namun, bulan ini, januari 2010, merupakan bulan awal dari tahun rekonstruksi hati. Amien. Selain itu, pada bulan ini aku mendapatkan suatu hidayah yang amat luar biasa. Hidayah itu berupa ilmu dalam menangani hidup ini yang semakin rumit. Aku jadi tahu bagaimana langkahku selanjutnya. Ku teringat akan makalah yang pernah aku dan teman-teman buat dan yang telah membuatku bisa mengambil hikmah kehidupan. Hal ini merupakan ilmu yang patut dibagi menurutku. Karena itu untuk langkah awal tahun ini, mari kita buka dengan gerakan anti kikir dulu. Agar tujuan hidup kita semakin di ridhoi-Nya. Berikut merupakan latar belakang permasalahannya:

Agama islam merupakan agama tersempurna di Dunia, agama yang paling benar,dan agama yang mendapat ridho Allah. Oleh sebab itu agama Islam selalu mengajarkan kepada umatnya,tidak hanya masalah ibadah,namun juga masalah muammalah. Agama Islam juga membekali kita dengan Al Quran dan Al Hadist,sebagai pedoman hidup ummat Islam. Dalam masalah muammalah misalnya,Islam melarang umatnya untuk bersikap tidak terpuji kepada sesama manusia. Mengenai sifat kikir,Islam sangat mengecam umatnya yang bersikap kikir.Karena perilaku kikir dapat merusak hubungan sosial bermasyarakat,lebih-lebih Ukhuwah Islamiah antar muslim seluruh dunia.
Sebenarnya definisi Kikir adalah merupakan sebuah sikap mental yang harus kita jauhi. Sikap mental kikir selain akan mendatangkan kerugian bagi orang lain, juga akan menjerumuskan diri sendiri ke lembah kehinaan. Oleh karena itulah, Rasul Allah Muhammad saw mengajarkan, agar kita selalu berdoa, mohon kehadirat Allah SWT, dilindungi dari memiliki sikap mental kikir dan sikap mental lain yang merugikan. Oleh sebab itu,seyogyanya kita menjauhi perilaku kikir dalam kehidupan sehari hari. Karna banyak sekali ayat-ayat yang melarang manusia untuk bersikap kikir. Yang lebih menakutkan lagi adalah ancaman neraka bagi mereka yang bersifat bakhil. Wahai umat Islam selamatkanlah dirimu dari sifat kikir,karena kikir itu adalah penyakit hati,dan sungguh manusia yang hatinya dijangkiti oleh sifat kikir adalah manusia yang hina. Dan nerakalah yang cocok bagi orang orang yang kikir.

Read More ..

Ciri - Ciri orang Yang Kikir

Bakhil atau kikir adalah merupakan penyakit yang biasa muncul dengan sendirinya begitu manusia telah banyak memperoleh harta benda. Termasuk yang menjadi pemicu utama berkembang biaknya virus ini adalah pemikiran-pemikiran sesat yang telah dikelabui oleh setan. Di dalam benak mereka sering timbul perasaan dan statemen “Buat apa kami menghambur-hamburkan harta yang telah kami peroleh dengan susah payah untuk hal-hal yang tidak bisa membuat kami senang”. Tak jarang juga mereka beranggapan “Kalau Allah memang berkehendak menjadikan mereka hidup sudah barang tentu Alloh-lah yang akan menjamin kehidupan mereka. Kami tidak ada hubungan dengan mereka. Masalah mereka makan atau tidak itu urusan mereka dengan Allah”.

Dalam Al Qur’an surat An Nisa’ ayat 4 Alloh berfirman :
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا ءَاتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. الأية
“Memang orang-orang yang bakhil itu selalu beranggapan bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang terbenar dan terbaik. Dan sangat jelas bagimana ancaman Allah terhadap para orang-orang yang kikir. Harta yang menjadi penyebab kebakhilan mereka akan kalungkan di leher-leher mereka kelak pada hari kiamat”.
Bakhil memang merupakan sifat yang sangat berbahaya dan menakutkan. Sehingga ia bisa menggagalkan seseorang yang mati berperang di jalan Alloh (jihad) untuk mendapatkan predikat Syahid. Hal ini pernah terjadi pada masanya Rosululloh. Suatu ketika seorang sahabat tewas di dalam medan pertempuran hingga banyak orang yang menangisinya, termasuk seorang perempuan yang selalu merintih-rintih dan beranggapan dia akan masuk sorga karena mati membela agama Allah (Syahid). Mengetahui ini Rosululloh langsung berkata kepada perempuan itu “Bagaimana engkau tahu kalau dia ini seorang yang Syahid? Karena bisa jadi semasa dia hidup pernah berbicara hal-hal yang tidak berguna bagi dirinya atau ia berlaku kikir terhadap harta yang sebenarnya tidak menjadikan ia kekurangan”.
Rasululloh sangat khawatir sekali akan dihinggapi sifat tercela ini. Sampai beliau tidak pernah sekalipun menolak permintaan orang lain. Bagi beliau seorang mukmin yang benar-benar beriman adalah orang yang di dirinya tidak memiliki perasaan kikir. Bahkan Allah lebih senang terhadap orang yang sangat bodoh tetapi mempunyai sifat dermawan dari pada orang yang khusyu’ beribadah namun memelihara perbuatan bakhil.
Yang lebih menakutkan lagi adalah ancaman neraka bagi mereka yang bersifat bakhil. Rosululloh sendiri pernah menyuruh seseorang yang punya pekerti ini untuk meyingkir dari dekat beliau saat bertemu. Beliau sangat takut terbakar oleh api yang dibawa orang tersebut. Menurut beliau manusia yang berlaku bakhil adalah seorang pendosa dengan kotoran dosa yang sangat besar sekali. Bisa jadi lebih besar dari tujuh lapis bumi, langit, gunung atau laut. Sebagaimana sabda rosululloh kepada orang tesebut “Demi dzat yang mengutus diriku dengan membawa petunjuk dan keagungan atau kedermawanan. Andaikan engaku beribadah diantara Rukun Yamani dan Maqom Ibrohim selama dua juta tahun lalu kau menangis sehingga air matamu mampu mengaliri sungai-sungai dan dapat menyirami pepohonan sedangkan keadaanmu masih terhina (kikir) maka niscaya Allah akan menjerumuskanmu ke neraka. Celakalah dirimu! Apa engkau tidak tahu kalau kebakhilan adalah kekufuran? Apa engkau juga tidak tahu jika kekufuran itu berarti neraka ………!?”. Alangkah celakanya orang yang bakhil. Gara-gara tabiatnya itu amal ibadah selama berjuta-juta tahun ternyata tidak berdaya untuk menyelamatkan dirinya dari siksa neraka.
Dampak yang ditimbulkan oleh sifat ini tidak hanya bisa dirasakan pemiliknya saja. Bahkan orang lain pun bisa terkena getahnya. Seseorang yang terlalu sering melihat orang bakhil atau malah bergaul dengannya maka hatinya bisa menjadi keras sekeras baja dan yang pasti dia bisa tertular. Dan merupakan ciri khas orang mukmin adalah selalu merasa susah kalau bertemu orang bakhil. Karena bakhil adalah kekasih syetan.
Tampaknya antara kekayaan dan kekikiran mempunyai hubungan langsung. Kebanyakan orang kaya adalah orang kikir. Dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa bantuan kepada orang-orang miskin umumnya dilakukan oleh kelas menengah dan tidak kaya. Banyak orang kaya telah melampaui batas-batas kemanusiaan.
Sebenarnya ini hanya merupakan akibat kecenderungan mereka yang kuat untuk menguasai dan memperoleh kekayaan. Alih-alih membantu orang miskin, bahkan dengan kesadaran penuh melakukan penindasan terhadap orang miskin dan mengeksploitasi mereka. Mereka mengerus sedemikian rupa sumber-sumber alam secara semena-mena. Dapat dibayangkan betapa kerusakan sosial dan kerusakan sumber-sumber alam menjadi korban dari keganasan egoismenya.Pada hakekatnya mereka yang mengidap penyakit kronis ini batiniahnya menjerit dan merasa sesak serta tersiksa. Karena ketamakan dan kekikirannya dibangun berdasarkan keraguan-raguan dan keyakinan yang lemah. Untuk itu orang-orang kikir ini sangat membutuhkan bimbingan agama, jika mereka jauh dari bimbingan itu, mereka akan tetap berada dalam perangkap materialisme, kerugian dan kesengsaraan.
Tidak ada jalan untuk keluar dari beban psikologis yang diidap oleh orang-orang kaya kecuali menumbuhkan potensi kemurahan. Potensi kemurahan akan mendorong ketulusan manusia untuk mencintai sesamanya, khususnya orang-orang miskin. Dan sudah jelas bahwa sifat murah hati hanya dapat dipuji jika kedekatan kepada Allah dicari dengan mengurangi penderitaan orang-orang miskin dan tertindas. Menyombongkan diri dan egoisme yang berlebihan akan menumbuhkan kekikiran. Jangan sampai sifat ini merasuki ruang kasih sayang dalam diri kita. Rasulullah saww bersabda, "Di akhirat kelak Aku akan dibangkitkan bersama dengan orang-orang miskin." Karenanya Rasulullah dikenal juga sebagai Abu al Masakin (Bapak sekaligus pembela orang miskin dan tertindas).
Kikir adalah merupakan sebuah sikap mental yang harus kita jauhi. Sikap mental kikir selain akan mendatangkan kerugian bagi orang lain, juga akan menjerumuskan diri sendiri ke lembah kehinaan. Oleh karena itulah, Rasul Allah Muhammad saw mengajarkan, agar kita selalu berdoa, mohon kehadirat Allah SwT, dilindungi dari memiliki sikap mental kikir dan sikap mental lain yang merugikan. Doa itu, yang oleh Nabi dianjurkan untuk dibaca pada setiap kesempatan adalah sebagai berikut: ìYa Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sikap mental hammi atau ragu-ragu, khuzni atau duka cita, ëajzi atau lemah, kasli atau malas, bukhli atau kikir, jubni atau penakut, dililit hutang dan intimidasi orang lainî.
Di mana-mana bisa saja ditemukan keresahan, kerusuhan, kekacauan. Konflik, bentrok fisik berdarah. Konflik horizontal, antara sesama rakyat, antara sesama penguasa, penyelenggara anegara, antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Konflik vertikal, antara atasan dan bawahan, antara majikan dan pelayan, antara penguasa dan rakyat. Konflik antara etnis, antara suku.
Ada tiga sumber utama pemicu terjadi kekacauan, malapetaka. Pertama memperturutkan hawa nafsu. Kedua memenuhi ajakan, seruan kikir. Ketiga ujub, sombong, pamer diri (HR Abusyaikh dari Anas).
Pola Hidup tamak, rakus, serakah.
Hawa itu pantang kerendahan. Nafsu itu pantang kekurangan. Tak pernah puas dengan posisi, jabatan. Senantiasa berupaya naik keatas tanpa batas. Mengakumulasi kekuasaan. Serba kuasa. Tak pernah puas dengan harta kekayaan. Senantiasa berupaya menumpuk, melipatgandakan harta kekayaan, menginvestasikan kekayaan di mana-mana. Motivasinya untuk menjadi orang nomor satu. Bukan untuk memenuhi kepentingan umum, seperti untuk menyediakan lapangan kerja bagi para tuna karya. Takatsur (akumulasi kekuasaan dan kekayaan) sepanjang hidup, menyebabkan manusia tak sadar diri (QS Takatsur 102:1-2, Lahab 111:2, An’am 6:44, Hasyar 59:19). Harta itu adalah laksana air asin. Semakin banyak diminum, maka semakin haus (Dr Schoppenhauer). Manusia itu tak pernah puas. Senantiasa berupaya memonopoli kekuasaan dan memonopoli kekyaaan. "Andaikan anak Adam memiliki sepenuh lembah harta kekayaan, pasti ia ingin sebanya itu lagi, dan tiada yang dapat memuaskan pandangan mata anak Adam kecuali tanah, dan Allah akan memberi taubat, kepada siapa yang tobat (HR Bukhari, Muslim dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik).
Keserakahan tak terkendali merupakan faktor pembawa nestapa dalam kehidupan manusia. Orang serakah taka pernah puas dengan semua harta dunia, persis sebagaimana api membakar semua bahan bakar yang diberikan. Bilamana keserakahan (monopoli) menguasai suatu bangsa, ia mengubah kehidupan sosialnya menjadi medan pertengkaran dan perpecahan sebagai ganti keadilan, keamanan dan kedamaian. Secara alami, dalam masyarakat semacam itu, keluhuran moral dan rohani tidak mendapat kesempatan. Orang serakah merebut sumber-sumber kekayaan untuk mendapatkan yang lebih banyak dari haknya sendiri, dan mengakaibatkan permasalahan ekonomi yang parah (Sayid Mujtaba Musai Lari : "Menumpas Penyakit Hati", 1999:161). Rasulullah mengkhawatirkan, kalau nanti terhampar luas, terbuka lebar kemewahan dan keindahan dunia bagi ummatnya, seperti telah pernah terhampar pada orang-orang dahulu sebelum mereka, kemudian mereka berlomba-lomba sehingga membinasakan mereka, seperti telah membinasakan orang-orang dahulu (HR Bukhari, Muslim dari Amr bi Aauf al-Anshari).
Pola hidup tamak, rakus, serakah melahirkan perilaku hidup mewah, berorientasi pada pemenuhan kebutuhan (syahwat) perut dan kelamin, berorientasi pada privat profit duniawi semata (hubbun dunya wa karihatul maut), serta prilaku hidup cuek, masa bodoh, tanpa mempedulikan halal atau haram, tanpa mempedulikan keadaan sesama, pokoknya asal terpenuhi kebutuhan perut dan kelamin, tak punya rasa malu sama sekali, tak punya rasa kepekaan sosial.
Kikir atau bakhil adalah merupakan keadaan jiwa seseorang yang menyebabkan ia mempunyai sikap atau kelakuan menahan atau tidak bersedia memberikan sesuatu, yang seharusnya diberikan. Seseorang yang oleh Allah SwT dikaruniai nikmat berupa harta kekayaan yang melimpah misalnya, seharusnya jiwanya tergerak untuk mengeluarkan zakat, infak shadaqah dan sebagainya, guna menyucikan hartanya sendiri dan sekaligus meringankan beban orang yang tidak berkemampuan dan memberikan manfaat kepada masyarakat.
Tetapi dalam praktik, seseorang yang telah dikaruniai harta kekayaan yang melimpah itu justru tidak bersedia mengeluarkan zakat dan infaknya. Jiwanya tidak tergerak, bahkan merasa berat dan sayang mengeluarkan sebagian hartanya untuk diberikan secara cuma-cuma kepada orang lain. Keadaan jiwa serupa itu, yang muncul kepermukaan dalam bentuk sikap atau kelakuan menahan harta yang seharusnya diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya, inilah yang disebut sikap mental kikir atau bakhil itu. Demikian pula disebut kikir, seseorang yang punya kelebihan harta, tetapi sama sekali ia tidak bersedia mengulurkan tangan, memberikan bantuan dan pertolongan kepada orang lain yang menghajatkan pertolongan.
Termasuk juga, dalam pengertian kikir atau bakhil adalah seseorang yang dikaruniai ilmu pengetahuan dalam berbagai macam disiplin, tetapi ia enggan dan tidak bersedia mengajarkan dan menyebarkannya kepada orang lain yang memerlukan. Jiwanya sedikit pun tidak merasa terpanggil untuk memberantas kebodohan dan keterbelakangan yang melanda masyarakat di sekitarnya. Demikian pula, termasuk dalam kategori sikap mental kikir atau bakhil, adalah seseorang yang memiliki keahlian dan ketrampilan tertentu, tetapi ia tidak bersedia memberikan bantuan dan pertolongan kepada orang yang benar-benar memerlukan pertolongan, hanya karena orang tersebut tidak mampu memberikan imbalan yang cukup atas jasa yang telah diberikannya itu.
Juga, termasuk dalam pengertian kikir atau bakhil, adalah seseorang yang dikaruniai hidayah atau petunjuk dan seseorang yang mengerti kebenaran, tetapi ia tidak bersedia menerangkan kebenaran itu kepada orang lain, bahkan sengaja menggelapkannya, padahal masyarakat sangat menghajatkan keterangan dan penerangan. Orang-orang Yahudi tempo dulu, tidak bersedia dan enggan memberikan keterangan kepada kaumnya tentang kedatangan Nabi dan Rasul Allah terakhir, yaitu Nabi Muihammad saw. Bahkan mereka sengaja menggelapkan keterangan Allah SwT dalam kitab suci mereka tentang akan datangnya Nabi dan Rasul penutup itu. Sehingga, banyak sekali kaumnya yang tidak sempat mendapatkan keterangan tentang hidayah Islam, dapatlah dikategorikan sebagai sikap mental kikir atau bakhil juga.
Sikap mental kikir atau bakhil, terhadap harta misalnya, dapat tumbuh dan berkembang pada diri seseorang, ini disebabkan oleh berbagai macam faktor. Antara lain adalah akibat dorongan nafsu memiliki dan menguasai harta kekayaan secara berlebihan. Orang yang kikir tidak menyadari, bahwa dengan sikapnya itu, ia akan mendapatkan banyak kesulitan dan kerugian, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.
Orang yang kikir, betapa pun tinggi pangkat dan kedudukannya dan betapa pun melimpah harta kekayaannya, masyarakat akan menjauhinya. Dalam kehidupan sehari-hari, ia akan dipencilkan. Bila pada suatu ketika ia mengalami kesulitan, maka tidak ada seorang pun yang sudi dan bersedia menolongnya. Kalaupun ada yang bersedia membantunya, adalah semata-mata dengan maksud menjilat atau mencari keuntungan tertentu, tidak didasarkan pada keikhlasan dan rasa simpati. Sedang di akhirat kelak, jelas harta kekayaan yang dikikirkannya itu akan menjadi beban dan menambah lebih beratnya siksa dan azab Allah. Naíuzubillah.

Read More ..

Pengaruh Sikap Kikir bagi Pelaku dan Kehidupannya

Orang yang punya karakter bakhil alias kikir memang sangat egois dengan kehidupan sekelilingnya. Sehingga manusia yang memiliki tabiat ini cenderung dan sering diisolasikan oleh masyarakat sekitarnya. Bahkan Allah sendiri melalui Rasul-Nya telah mengancam mereka yang kikir akan selalu dijauhkan dari sisi-Nya, dari manusia dan surganya Allah. Dan sifat inilah yang pernah menjadi momok menakutkan yang menjadikan mereka orang-orang tempo dulu dimusnahkan dari muka bumi ini. Karena pada masa lalu sifat ini telah jadi biang keladi mereka untuk saling bunuh, menghalalkan segala yang diharamkan oleh Allah. Kalaupun untuk mempertahankan apa yang mereka punya itu harus ditempuh dengan berdusta, menganiaya orang lain atau bahkan memutuskan hubungan sanak saudara semua itu pasti akan mereka lakukan.

Pengorbanan diri adalah kebiasaan orang-orang yang memahami keindahan keadilan dan kebenaran iman kepada Allah. Orang-orang yang mengorbankan jiwa mereka untuk melaksanakan keadilan, cinta dan keharmonisan telah mampu mengawinkan antara akal, cinta, serta kasih sayang. Pada keadaan inilah manusia akan mencapai puncak mega keindahan, cahaya kebenaran, dan keadilan."Islam menekankan dan menganjurkan pengorbanan dan kemurahhatian, dengan demikian akan menumbuhkan ikatan cinta dan kasih sayang antara kaya dan miskin bahkan dengan semua lapisan. Disamping membenci kekikiran, Islam menanamkan akar cinta sebagai simpul dari masyarakat yang berkeadilan. Karenanya Islam melarang dan mengecam mereka yang kaya bersikap acuh tak acuh terhadap orang miskin dan tertindas. Imam Musa al-Kazim salah seorang cucu Rasulullah saww berkata,"Orang yang murah hati dan berakhlak baik selalu berada di bawah lindungan Allah. Allah selalu dekat dengan mereka dan akan membimbing mereka menuju kebahagiaan. Tidak ada seorang yang adil yang tidak memiliki sifat pemurah dan rasa kasih sayang."Kekikiran Menghancurkan Kasih Sayang.
Sifat yang paling potensial menghancurkan tumbuhnya benih-benih kasih sayang di antara sesama manusia adalah sifat kikir. Sifat ini bersembunyi di bawah kesadaran manusia. Kikir meratakan jalan bagi fitrah manusia untuk menyingkirkan moral-moral baiknya. Rasulullah saww bersabda, " Hindarilah kekikiran karena akan menyebabkan kamu binasa dan mengarahkan mereka kepada pertumpahan darah serta menodai kesucian mereka. Islam tidak membenci sesuatu lebih daripada kekikiran." Kehadiran orang-orang yang kikir ditengah masyarakat akan mengganggu keharmonisan lingkungannya.
Dalam salah satu riwayat ketika Rasulullah diperjalankan ke sidratul muntaha, Beliau diperlihatkan seorang yang sedang disetrika punggungnya sambil meraung kesakitan. Rasulullah bertanya kepada malaikat Jibril gerangan apa yang menimpa orang tersebut? Jibril menjawab, itu adalah salah satu contoh siksaan bagi orang-orang yang memelihara sifat kikir di dunia.Sifat kikir bagaikan wabah virus yang dapat menggerogoti akhlak dan rohani, sedemikian jahatnya sehingga dapat menumpulkan kemampuan berfikir manusia. Kekikiran gayung bersambut dengan sifat egois yang berpusat pada cara berpikir materialistik dan penumpukan harta kekayaan. Kunkungan pemikiran materialisme akan menimbulkan kejahatan sosial yang amat dahsyat.
Orang yang dihinggapi penyakit ini berpikiran sempit, terasing dari fakta-fakta sosial dan jauh dari nilai-nilai ahklak dan rohani. Bahayanya kemudian akan menjerumuskan dirinya kedalam kehinaan, kebencian, dan tindakan amoral lainnya.Para psikolog melihatnya sebagai akibat dari hantu kemiskinan yang membayangi hidupnya. Ia menderita depresi mental dan kekhawatiran yang mendalam. Harta menjadi penjara baginya, dirinya terasing dengan kesenangan dan ketentraman batin.
"Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Ali 'Imran : 180)
"Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar. Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa." (QS. Al-Lail 8-11)
Untuk mengamankan harta kekayaan agar tidak susut, agar tidak berkurang, maka diperlukan sikap mental, pola hidup pelit, kikir. Pelit, kikir merupakan kerabat dekat dari tamak, serakah, rakus. Pelit, kikir merefleksikan egois seutuhnya. Senantiasa cemas, kawatir kalau-kalau kekayaan susut, berkurang. Orang kikir merasa seluruh harta kekayaan itu adalah hasil kerja kerasnya dan hasil kecakapannya semata (QS Qashash 28:78). Setan menakut-nakuti akan berkurangnya harta, dan membisikkan agar berbuat kikir (QS Baqarah 2:266). Pikiran orang kikir hanya terfokus, terpusat disekitar materi dan kekayaan. Takut akan berkurangnya harta kekyaannya, sangat mempengaruhi pikiran si kikir. Seorang kikir senantiasa dalam kecemasan dan depresi.
Ada suatu hubungan langsung antara kekayaan dan kekikiran. Kebanyakan orang kaya cenderung kikir. Yang menolong orang miskin biasanya dilakukan oleh kalangan menengah, bukan orang kaya. Kekiran punya peran menyulut kejahatan dan perpecahan ("Menumpas Penyakit Hati", 1999:152-153). Rasulullah mengingatkan ummatnya agar menjaga diri dari sifat kikir, karena sifat kikir itu telah membinasakan ummat-ummat dahulu, mendrong mereka mengadakan pertumpahan darah dan menghalalkan semua yang diharamkan Allah (HR Muslim dari Jabir).
Pola hidup pelit, kikir, bakhil melahirkan perilaku hidup sibuk menabung, menyimpan, berinvestasi melipatgandakan modal kekyaan, sibuk dengan rencana, rancangan, planning, serta perilaku hidup aniaya, sadis, zhalim, monopoli, melindas usaha kecil, tak membiarkan hidup yang akan dapat menjadi saingan.
Rasulullah saw juga mengingatkan dan mengajarkan supaya biasa berdo’a memohon kepada Allah swt agar terhindar, terlepas dari pola hidup, perilaku sial yang membahayakan diri pribadi, maupun hidup bersama. Antara lain prilaku risau, gundah gulana. Perilaku suka bersedih. Perilaku lemah, tak bergairah, tak bersemangat. Perilaku malas, suka menganggur. Perilaku bakhil, kikir, pelit. Perilaku mudah cemas, kawatir, takut. Takut terhindik, takut tersaingi. Takut celaa, takut cacian. Perilaku suka berhutang. Perilaku gampang tergoda oleh kemewahan dunia (HR Bukhari dari Anas). Perilaku risau, suka bersedih, tak bersemangat, malas bisa saja lahir, datang, tumbuh akibat kegagalan dalam merancang investasi, akibat angan-angan yang tak dapat terwujud. Perilaku takut tersaingi, juga perilaku suka berhutang, bisa saja lahir, datang, tumbuh dari dorongan pamer diri, akibat hawa pantang kerendahan, nafsu pantang kekurangan. Pokoknya semua halal, tak ada yang haram, asal sesuai dengan hawa nafsu. Semuanya berpangkal pada pola hidup, perilaku yang berorientasi pada privat profit duniawi semata.
Pesan moral, pesan agama, bahwa pola hidup tamak, rakus, seakah, pola hidup pelit, kikir, kedekut, pola hidup sombong, congkak, angkuh, pamer, dan yang semacam itu mengundang kekacauan, kerusuhan, memicu konflik, bentrokan, sudah masanya disampaikan, dikemas, diterjemahkan dalam multi bahasa, dalam bahasa sosio-budaya, dalaqm bahasa sosio-ekonomi, dalam bahasa sosio-politik, dalam bahasa sosiologi. Kami – kata Rasulullah – diperintahakan supaya berbicara kepada manusia menurut kadar kecerdasan mereka masing-masing (M.Natsir : "Fiqhud Dakwah", 1981:162).
Sudah sa’atnya dijelaskan secara lugas, gamblang tentang bahaya rakus, tamak, serakah, bahaya kikir, pelit, kedekut, bahaya angkuh, congkak, sombong, pamer dan baahaya perilaku tercela lai, baik terhadap diri dan masyarakat secara sosiologis dan ekonomis.
Sudah sa’atnya dakwah memusatkan diri menyampaikan tuntnan-panduan Islam daalam upaya mencegah timbulnya konflik sosial, baik konflik vertikal (antara atasan dan bawahan, antara majikan dan pelayan, antara penguasa dan rakyat), maupun konflik horizontal (sesama rakyat, sesama penguasa, antara eksekutif dan legislatif). Menyampaikan ajaran "salam" yang dapat membuahkan kasih sayang secara konkrit.

Read More ..

Cara-Cara Menghindari Sikap Kikir

Setan menakuti-nakuti kita dengan kemiskinan sehingga kita takut berbuat baik :
"Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia[170]. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui". QS. Al-Baqarah : 268

Jangan takut miskin, sebab Allah pasti melipatgandakan kebaikan kita :
"Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar." QS.An Nisaa': 26-40
"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan." QS. Al-Baqarah : 245
"Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam syurga)." QS. Saba' : 37
Allah tidak membutuhkan kekayaan kita, tapi kitalah yang membutuhkanNya :
"Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini." QS. Muhammad : 38
“Dan sesungguhnya dia (manusia) sangat berlebihan dalam kecintaannya kepada harta.” (QS. Al ‘Adiyat: 8)
Itulah salah satu perangai manusia yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam Al Qur’an, dan Maha Benar Allah Subhanahu wa Ta’ala dan segala firman-Nya. Memang, kalau kita memperhatikan pola hidup masyarakat dewasa ini, ternyata kondisi mereka tidak jauh berbeda dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala gambarkan dalam kitab-Nya yang suci. Harta seolah-olah sudah menjadi tolok ukur tinggi dan rendahnya status sosial seseorang di masyarakat. Sehingga tidaklah mengherankan jika kemudian harta menjadi ‘buruan’ yang senantiasa diintai oleh para pemburunya, apapun yang terjadi yang penting bisa mendapatkan ‘harta buruannya’, walaupun dengan menghalalkan segala cara. Na’udzubillahi min dzalik.
Untuk memberantas penyakit ini hanya ada satu penawar, yaitu manusia harus membekali diri dengan sifat sakho’. Sakho’ atau dermawan adalah perasaan suka memberi orang lain tanpa didasari pamrih sama sekali. Dan menjadi kebalikan dari sifat bakhil, orang yang punya sifat ini akan senantiasa disenangi masyarakat sekitar, lebih dicintai oleh Allah meski dia bukanlah tipe orang yang giat beribadah dan dia akan lebih berpeluang untuk masuk surga dari pada orang bakhil yang gemar beramal ibadah.
Sifat dermawan ini sebenarnya juga memiliki beberapa tahapan dan tingkatan. Namun seseorang itu telah dapat mencapai klimaknya jika ia telah mempunyai sifat itsar (mengedepankan orang lain). Itsar ialah mendermakan hartanya walaupun sebenarnya ia sangat membutuhkannya. Namun karena ada orang lain yang memerlukannya juga maka ia mendahulukan orang tersebut untuk memenuhi kebutuhannya terlebih dahulu. Demikian pula orang yang bakhil. Ia akan dapat mencapai puncak kebakhilannya jika masih saja menahan hartanya walaupun untuk kebutuhan pribadinya. Sehingga seandainya dia sakit, dia tidak akan mengeluarkan hartanya sepeserpun untuk berobat kecuali jika ia mendapatkan obat tersebut secara gratis.
Hakikat sakho’ dan bakhil
Dari banyaknya penjelasan yang telah diterangkan oleh syara’ mungkin kita sudah dapat mengambil kesimpulan bahwa bakhil adalah termasuk sifat tercela yang bisa mengakibatkan kehancuran pemiliknya. Tapi apakah kesimpulan tersebut sudah dapat menjawab pertanyaan apa sebenarnya hakikat bakhil itu dan bagaimana pula seseorang itu bisa mendapat status bakhil?
Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa dirinya adalah seorang dermawan dan orang lain semuanya bakhil. Dan juga tidak jarang orang selalu berbeda-beda dalam menilai orang lain. Terkadang menurut si A dia adalah orang yang dermawan namun menurut si B dia adalah seorang bakhil.
Bakhil bukanlah berarti orang yang menahan hartanya. Karena setiap manusia pasti memiliki sifat cinta harta benda. Dan karena kecintaan inilah maka dia akan selalu berusaha menjaga dan menahan hartanya. Dan kalau ini dianggap sebagai sifat bakhil maka tidak akan ada orang yang bisa selamat dari kebakhilan ini.
Pengertian bakhil dan sakho’ menurut pandangan agama pada hakikatnya lebih sederhana dari pada pengertian yang biasa dipahami oleh masyarakat umum. Bakhil bukan berarti menahan harta benda saja tetapi bakhil adalah mencegah diri untuk mengeluarkan harta benda yang semestinya dan wajib ia keluarkan. Seperti halnya ketika seseorang itu seharusnya wajib memberi nafkah keluarganya sebesar Rp. 1.000 rupiah, namun ternyata yang ia berikan hanya Rp. 900 rupiah.
Orang yang bakhil juga tidak bisa diartikan sebagai orang yang tidak mau memberi. Karena sebakhil apapun seseorang pasti ia mau memberi walau hanya sedikit jumlahnya. Dan sebaliknya orang yang dermawan juga pasti akan berpikir seribu kali kalau ada orang lain yang meminta semua harta bendanya.
Kesimpulanya, harta benda itu sebenarnya sejak awal diciptakannya adalah untuk suatu hikmah dan tujuan tertentu yakni digunakan untuk memenuhi segala macam kebutuhan makhluk hidup dan dalam realitasnya akan memunculkan banyak kemungkinan-kemungkinan. Kalau seseorang telah diharuskan mentasarrufkan hartanya untuk suatu hal, akan tetapi ternyata dia tidak mau mengeluarkannya maka ialah orang bakhil. Begitu juga sebaliknya orang yang menggunakan hartanya pada hal-hal yang dilarang agama maka ia dianggap tabdzir (menghambur-hamburkan harta). Dan diantara keduanya adalah wasath (sedengan. Jawa) yaitu berlaku ekonomis. Tidak terlalu menghambur-hamburkan harta juga tidak terlalu menahannya. Semua dipenuhi sesuai dengan porsi serta kebutuhannya.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah harta benda itu wajib digunakan untuk apa saja? Ada dua macam kewajiban seseorang dalam penggunaan hartanya. Wajib atas dasar agama dan kewajiban karena harga diri (muru’ah) dan adat istiadat masyarakat (sosial). Dan dermawan yang sejati adalah orang yang tidak pernah mencegah hartanya untuk digunakan pada dua kewajiban tersebut. Kalau salah satu dari keduanya ada yang tidak dipenuhi maka dia telah dianggap sebagai seorang bakhil. Hanya saja orang yang mencegah harta untuk kewajiban syar’i seperti halnya zakat, menafkahi keluarga dan lain-lain itu dianggap lebih bakhil dari yang lain
Kondisi seperti ini diperparah dengan munculnya sikap bakhil / kikir disebabkan kecintaan mereka yang sangat berlebihan terhadap hartanya. Lebih memprihatinkan manakala sifat yang seperti ini ada pada kaum muslimin yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan bahwa berinfaq merupakan salah satu sifat orang-orang yang bertaqwa sebagaimana firman-Nya (artinya):
“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menginfaqkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Al Baqarah: 3)
Seorang muslim sejati pasti menginginkan dirinya meraih predikat taqwa. Sikap dermawan dan suka menginfaqkan harta kepada siapa saja yang membutuhkan merupakan cermin dari jujurnya keimanan dan taqwa yang ada pada seorang muslim. Dia sangat yakin akan janji-janji Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wa Sallam terhadap orang yang melakukan amalan besar ini, walaupun hal ini bertentangan dengan tabiat asal manusia yang gila harta.
Banyak sekali dalil-dalil Al Quran ataupun hadist yamg menyabutkan,pentingnya besedekah dan berderma. Marilah kita merenungi dan mengaji ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hadits-hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam yang menjelaskan keutamaan infaq dan shadaqah (sedekah) serta bahayanya sifat bakhil/kikir. Dengan suatu harapan agar Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan pintu hati kita untuk berhias dengan sifat derma dan menjaganya dari sifat bakhil/kikir.
Do’a Malaikat untuk Si Penderma dan Si Kikir
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
مَا مِنْ يَوْ مٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيْهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ، فَيَقُوْلُ أَحَدُهُمَا : اَللّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقاً خَلَفاً، وَيَقُوْلُ اْلآخَرُ : اَللّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكاً تَلَفاً.
“Tidaklah ada satu hari pun yang dilalui oleh setiap hamba pada pagi harinya, kecuali ada dua malaikat yang turun, berkata salah satu dari keduanya: Ya Allah berilah orang yang suka menginfaqkan hartanya berupa ganti (dari harta yang diinfaqkan tersebut), dan berkata (malaikat) yang lain: Ya Allah, berilah orang yang kikir kebinasaan (hartanya).” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Allah Subhanahu wa Ta’ala pun berjanji akan mengganti orang yang berinfaq dengan ganti yang lebih baik, sebagaimana dalam firman-Nya (artinya):
“Dan Apa saja yang kamu infaqkan, niscaya Dia (Allah) akan menggantinya.” (QS. Saba’: 39)
Demikian pula yang difirmankan-Nya dalam hadits qudsi:
أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ يُنْفَقْ عَلَيْكَ.
“Berinfaqlah wahai anak Adam, niscaya engkau akan diberi balasan/gantinya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Seorang muslim yang jujur keimanannya akan segera membenarkan keterangan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wa Sallam tersebut. Kemudian mendorongnya untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan banyak berinfaq dan bershadaqah kepada saudaranya yang membutuhkan.
Namun yang perlu diperhatikan disini adalah pentingnya menjaga keikhlasan niat ketika beramal. Karena suatu amalan ibadah apapun bentuknya, jika tidak diniatkan ikhlas semata-mata mengharapkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka amalan itu akan sia-sia.
Demikian pula berinfaq, yang merupakan amalan besar dan mulia dalam Islam, harus ditunaikan dengan ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Janganlah berinfaq dengan niatan agar hartanya semakin bertambah banyak setelah melihat keutamaan yang telah disebutkan di atas, terlebih lagi berinfaq dengan niatan agar dinilai sebagai orang yang dermawan.
Karena keutamaan dan janji yang disebutkan tadi tidaklah diraih kecuali oleh orang-orang yang ikhlas dalam infaq/shadaqahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mengharapkan wajah Allah (yakni ikhlas), maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan.” (QS. Ar Ruum: 39)
Sungguh indah permisalan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam Al Qur’an tentang orang-orang yang ikhlas dalam menginfaqkan hartanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan permisalan orang-orang yang menginfaqkan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai) …” (QS. Al Baqarah: 265)
Sehingga sebanyak apapun harta yang diinfaqkan oleh seseorang karena ikhlash lillahi ta’ala, justru akan semakin menambah barakah pada harta tersebut, tidak berkurang sedikitpun. Sungguh benar apa yang disabdakan Rasulullah r:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Tidaklah shadaqah itu akan mengurangi harta.” (HR. Muslim)
Benteng dari An Nar dan Pendorong Menuju Al Jannah
Dan di antara keutamaan shadaqah adalah bahwa ia menjadi salah satu sebab terlindunginya seseorang dari siksaan An Nar (api neraka). Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
ِاتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ.
“Takutlah kepada api neraka walaupun dengan bershadaqah separuh buah kurma.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Pada suatu ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memberitakan bahwa ternyata penghuni An Nar itu kebanyakan adalah para wanita.Tetapi beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam adalah seorang yang sangat belas kasih terhadap umatnya, tidak membiarkan umatnya menghadapi masalah tanpa tahu jalan keluarnya, maka beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pun bersabda:
يَا مَعْشَرَ النِّسَا ءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ.
“Wahai sekalian wanita, bershadaqahlah, karena sesungguhnya aku melihat kalian (para wanita) adalah mayoritas dari penduduk an nar.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan mereka untuk banyak-banyak bershadaqah, walaupun mungkin ada di antara mereka yang tidak memiliki kelebihan harta, beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam tetap memberikan dorongan untuk berinfaq, bershadaqah, dan memberikan apa yang dimiliki kepada siapa saja yang membutuhkan. Beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ.
“Wahai para wanita muslimah, janganlah seorang tetangga meremehkan untuk memberikan shadaqah kepada tetangganya walaupun hanya sepotong kaki kambing.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedikitpun tidak menyia-nyiakan amalan baik seseorang, walaupun amalan itu kelihatannya sepele dan mungkin dianggap remeh oleh sebagian orang, tetapi ternyata sangat besar nilainya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Al Jannah (surga) yang seluas langit dan bumi juga telah disediakan untuk orang-orang dermawan yang dengan ikhlas menginfaqkan hartanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
أَرْبَعُونَ خَصْلَ ةً أَعْلاَهَا مَنِيْحَةُ الْعَنْزِ مَا مِنْ عَامِلٍ يَعْمَلُ بِخَصْلَةٍ مِنْهَا رَجَاءَ ثَوَابِهَا وَتَصْدِيْقَ مَوْعُوْدِهَا إِلاَّ أَدْخَلَهُ اللهُ تَعَالَى بِهَا الْجَنَّةَ.
“Ada empat puluh perangai dan yang paling utama adalah mendermakan seekor kambing untuk diperah susunya, tidak ada satu orang pun yang mengamalkan perangai-perangai tersebut dengan tujuan mengharap pahalanya dan membenarkan apa yang telah dijanjikannya kecuali Allah akan masukkan dia (dengan amalannya tadi) ke dalam Al Jannah.” (HR. Al Bukhari)
Diantara Amalan Terbaik dalam Islam.Pernah ada salah seorang shahabat yang bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam:
أَيُّ اْلإِسْلاَمِ خَيْرٌ ؟
“Amalan apakah yang paling baik dalam Islam?
Maka beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pun menjawab:
تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ.
“Memberi makan (orang yang membutuhkan), dan mengucapkan salam baik kepada orang yang engkau kenal maupun yang tidak engkau kenal.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Amalan inipun jika dilakukan dengan ikhlas semata-mata mengharapkan ganjaran dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka orang yang mengamalkannya termasuk golongan orang-orang yang telah berbuat kebajikan, yang dengan gamblang Allah Subhanahu wa Ta’ala gambarkan balasan yang akan mereka dapatkan, sebagaimana dalam QS. Al Insan: 8-22
Kembali kita mengingat do’a malaikat yang disebutkan di atas. Sungguh sifat inilah yang menjadi salah satu sebab kebinasaan orang-orang terdahulu. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengabarkan dalam sebuah sabdanya:
اِتَّقُوا الظُّلْمَ، فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَاتَّقُوا الشُّحَّ، فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوْا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوْا مَحَارِمَهُمْ.
“Takutlah dari perbuatan zhalim karena kezhaliman itu menyebabkan kegelapan pada hari kiamat, dan takutlah dari perbuatan kikir, karena sesungguhnya kekikiran itu menyebabkan kebinasaan orang-orang sebelum kalian, (kekikiran itu) telah mendorong mereka untuk menumpahkan darah-darah mereka dan menghalalkan perkara-perkara yang diharamkan atas mereka.” (HR. Muslim)
Kebinasaan yang akan ditimpa oleh orang-orang yang kikir tidak hanya di akhirat saja, bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyegerakan adzab bagi mereka di dunia. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
مَا مَنَعَ قَوْمٌ الزَّكَاةَ إِلاَّ ابْتَلاَهُمُ اللهُ بِالسِّنِين.
“Tidaklah suatu kaum mencegah dari memberikan zakat kecuali Allah akan menimpakan bala’ kepada mereka dengan paceklik.” (HR. Ath Thabarani)
Kesulitan hidup, kesempitan karena berbagai problem yang dihadapi juga merupakan akibat dari sikap bakhil dan kikir Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan adapun orang yang bakhil dan merasa dirinya tidak butuh kepada Allah, serta mendustakan keyakinan yang benar berikut balasannya, maka akan Kami mudahkan baginya keadaan yang sulit.” (QS. Al Lail: 8-10)
Sifat kikir juga mendatangkan kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tentunya kita masih ingat kisah tiga orang dari kalangan Bani Israil yang diuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan dikaruniakan kepada mereka nikmat berupa kesembuhan dari penyakit dan harta (hewan ternak) yang semakin melimpah (berkembang biak). Dua dari tiga orang tersebut enggan untuk memberikan harta yang dimilikinya kepada yang membutuhkan. Maka akibatnya, tidak hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala lenyapkan hartanya, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala juga murka kepada mereka.
Dan sebaliknya, seorang dari mereka dengan sukarela memberikan harta yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan tersebut kepada yang membutuhkan, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala kekalkan hartanya dan Dia Subhanahu wa Ta’ala pun ridha kepadanya.
Para pembaca rahimakumullah, itulah sifat kikir yang membinasakan. Hendaknya setiap muslim benar-benar berhati-hati darinya, berusaha untuk menghilangkannya jika sifat tersebut ada pada dirinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan barangsiapa yang dijaga dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Hasyr: 9).
Akhir kata, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa melapangkan hati-hati kita untuk berinfaq/bershadaqah dengan penuh keikhlashan, dan membersihkan hati-hati kita dari sifat-sifat bakhil/kikir yang membinasakan. Amin…

Read More ..