Minggu, 31 Januari 2010

Ciri - Ciri orang Yang Kikir

Bakhil atau kikir adalah merupakan penyakit yang biasa muncul dengan sendirinya begitu manusia telah banyak memperoleh harta benda. Termasuk yang menjadi pemicu utama berkembang biaknya virus ini adalah pemikiran-pemikiran sesat yang telah dikelabui oleh setan. Di dalam benak mereka sering timbul perasaan dan statemen “Buat apa kami menghambur-hamburkan harta yang telah kami peroleh dengan susah payah untuk hal-hal yang tidak bisa membuat kami senang”. Tak jarang juga mereka beranggapan “Kalau Allah memang berkehendak menjadikan mereka hidup sudah barang tentu Alloh-lah yang akan menjamin kehidupan mereka. Kami tidak ada hubungan dengan mereka. Masalah mereka makan atau tidak itu urusan mereka dengan Allah”.

Dalam Al Qur’an surat An Nisa’ ayat 4 Alloh berfirman :
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا ءَاتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. الأية
“Memang orang-orang yang bakhil itu selalu beranggapan bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang terbenar dan terbaik. Dan sangat jelas bagimana ancaman Allah terhadap para orang-orang yang kikir. Harta yang menjadi penyebab kebakhilan mereka akan kalungkan di leher-leher mereka kelak pada hari kiamat”.
Bakhil memang merupakan sifat yang sangat berbahaya dan menakutkan. Sehingga ia bisa menggagalkan seseorang yang mati berperang di jalan Alloh (jihad) untuk mendapatkan predikat Syahid. Hal ini pernah terjadi pada masanya Rosululloh. Suatu ketika seorang sahabat tewas di dalam medan pertempuran hingga banyak orang yang menangisinya, termasuk seorang perempuan yang selalu merintih-rintih dan beranggapan dia akan masuk sorga karena mati membela agama Allah (Syahid). Mengetahui ini Rosululloh langsung berkata kepada perempuan itu “Bagaimana engkau tahu kalau dia ini seorang yang Syahid? Karena bisa jadi semasa dia hidup pernah berbicara hal-hal yang tidak berguna bagi dirinya atau ia berlaku kikir terhadap harta yang sebenarnya tidak menjadikan ia kekurangan”.
Rasululloh sangat khawatir sekali akan dihinggapi sifat tercela ini. Sampai beliau tidak pernah sekalipun menolak permintaan orang lain. Bagi beliau seorang mukmin yang benar-benar beriman adalah orang yang di dirinya tidak memiliki perasaan kikir. Bahkan Allah lebih senang terhadap orang yang sangat bodoh tetapi mempunyai sifat dermawan dari pada orang yang khusyu’ beribadah namun memelihara perbuatan bakhil.
Yang lebih menakutkan lagi adalah ancaman neraka bagi mereka yang bersifat bakhil. Rosululloh sendiri pernah menyuruh seseorang yang punya pekerti ini untuk meyingkir dari dekat beliau saat bertemu. Beliau sangat takut terbakar oleh api yang dibawa orang tersebut. Menurut beliau manusia yang berlaku bakhil adalah seorang pendosa dengan kotoran dosa yang sangat besar sekali. Bisa jadi lebih besar dari tujuh lapis bumi, langit, gunung atau laut. Sebagaimana sabda rosululloh kepada orang tesebut “Demi dzat yang mengutus diriku dengan membawa petunjuk dan keagungan atau kedermawanan. Andaikan engaku beribadah diantara Rukun Yamani dan Maqom Ibrohim selama dua juta tahun lalu kau menangis sehingga air matamu mampu mengaliri sungai-sungai dan dapat menyirami pepohonan sedangkan keadaanmu masih terhina (kikir) maka niscaya Allah akan menjerumuskanmu ke neraka. Celakalah dirimu! Apa engkau tidak tahu kalau kebakhilan adalah kekufuran? Apa engkau juga tidak tahu jika kekufuran itu berarti neraka ………!?”. Alangkah celakanya orang yang bakhil. Gara-gara tabiatnya itu amal ibadah selama berjuta-juta tahun ternyata tidak berdaya untuk menyelamatkan dirinya dari siksa neraka.
Dampak yang ditimbulkan oleh sifat ini tidak hanya bisa dirasakan pemiliknya saja. Bahkan orang lain pun bisa terkena getahnya. Seseorang yang terlalu sering melihat orang bakhil atau malah bergaul dengannya maka hatinya bisa menjadi keras sekeras baja dan yang pasti dia bisa tertular. Dan merupakan ciri khas orang mukmin adalah selalu merasa susah kalau bertemu orang bakhil. Karena bakhil adalah kekasih syetan.
Tampaknya antara kekayaan dan kekikiran mempunyai hubungan langsung. Kebanyakan orang kaya adalah orang kikir. Dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa bantuan kepada orang-orang miskin umumnya dilakukan oleh kelas menengah dan tidak kaya. Banyak orang kaya telah melampaui batas-batas kemanusiaan.
Sebenarnya ini hanya merupakan akibat kecenderungan mereka yang kuat untuk menguasai dan memperoleh kekayaan. Alih-alih membantu orang miskin, bahkan dengan kesadaran penuh melakukan penindasan terhadap orang miskin dan mengeksploitasi mereka. Mereka mengerus sedemikian rupa sumber-sumber alam secara semena-mena. Dapat dibayangkan betapa kerusakan sosial dan kerusakan sumber-sumber alam menjadi korban dari keganasan egoismenya.Pada hakekatnya mereka yang mengidap penyakit kronis ini batiniahnya menjerit dan merasa sesak serta tersiksa. Karena ketamakan dan kekikirannya dibangun berdasarkan keraguan-raguan dan keyakinan yang lemah. Untuk itu orang-orang kikir ini sangat membutuhkan bimbingan agama, jika mereka jauh dari bimbingan itu, mereka akan tetap berada dalam perangkap materialisme, kerugian dan kesengsaraan.
Tidak ada jalan untuk keluar dari beban psikologis yang diidap oleh orang-orang kaya kecuali menumbuhkan potensi kemurahan. Potensi kemurahan akan mendorong ketulusan manusia untuk mencintai sesamanya, khususnya orang-orang miskin. Dan sudah jelas bahwa sifat murah hati hanya dapat dipuji jika kedekatan kepada Allah dicari dengan mengurangi penderitaan orang-orang miskin dan tertindas. Menyombongkan diri dan egoisme yang berlebihan akan menumbuhkan kekikiran. Jangan sampai sifat ini merasuki ruang kasih sayang dalam diri kita. Rasulullah saww bersabda, "Di akhirat kelak Aku akan dibangkitkan bersama dengan orang-orang miskin." Karenanya Rasulullah dikenal juga sebagai Abu al Masakin (Bapak sekaligus pembela orang miskin dan tertindas).
Kikir adalah merupakan sebuah sikap mental yang harus kita jauhi. Sikap mental kikir selain akan mendatangkan kerugian bagi orang lain, juga akan menjerumuskan diri sendiri ke lembah kehinaan. Oleh karena itulah, Rasul Allah Muhammad saw mengajarkan, agar kita selalu berdoa, mohon kehadirat Allah SwT, dilindungi dari memiliki sikap mental kikir dan sikap mental lain yang merugikan. Doa itu, yang oleh Nabi dianjurkan untuk dibaca pada setiap kesempatan adalah sebagai berikut: ìYa Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sikap mental hammi atau ragu-ragu, khuzni atau duka cita, ëajzi atau lemah, kasli atau malas, bukhli atau kikir, jubni atau penakut, dililit hutang dan intimidasi orang lainî.
Di mana-mana bisa saja ditemukan keresahan, kerusuhan, kekacauan. Konflik, bentrok fisik berdarah. Konflik horizontal, antara sesama rakyat, antara sesama penguasa, penyelenggara anegara, antara lembaga eksekutif dan lembaga legislatif. Konflik vertikal, antara atasan dan bawahan, antara majikan dan pelayan, antara penguasa dan rakyat. Konflik antara etnis, antara suku.
Ada tiga sumber utama pemicu terjadi kekacauan, malapetaka. Pertama memperturutkan hawa nafsu. Kedua memenuhi ajakan, seruan kikir. Ketiga ujub, sombong, pamer diri (HR Abusyaikh dari Anas).
Pola Hidup tamak, rakus, serakah.
Hawa itu pantang kerendahan. Nafsu itu pantang kekurangan. Tak pernah puas dengan posisi, jabatan. Senantiasa berupaya naik keatas tanpa batas. Mengakumulasi kekuasaan. Serba kuasa. Tak pernah puas dengan harta kekayaan. Senantiasa berupaya menumpuk, melipatgandakan harta kekayaan, menginvestasikan kekayaan di mana-mana. Motivasinya untuk menjadi orang nomor satu. Bukan untuk memenuhi kepentingan umum, seperti untuk menyediakan lapangan kerja bagi para tuna karya. Takatsur (akumulasi kekuasaan dan kekayaan) sepanjang hidup, menyebabkan manusia tak sadar diri (QS Takatsur 102:1-2, Lahab 111:2, An’am 6:44, Hasyar 59:19). Harta itu adalah laksana air asin. Semakin banyak diminum, maka semakin haus (Dr Schoppenhauer). Manusia itu tak pernah puas. Senantiasa berupaya memonopoli kekuasaan dan memonopoli kekyaaan. "Andaikan anak Adam memiliki sepenuh lembah harta kekayaan, pasti ia ingin sebanya itu lagi, dan tiada yang dapat memuaskan pandangan mata anak Adam kecuali tanah, dan Allah akan memberi taubat, kepada siapa yang tobat (HR Bukhari, Muslim dari Ibnu Abbas dan Anas bin Malik).
Keserakahan tak terkendali merupakan faktor pembawa nestapa dalam kehidupan manusia. Orang serakah taka pernah puas dengan semua harta dunia, persis sebagaimana api membakar semua bahan bakar yang diberikan. Bilamana keserakahan (monopoli) menguasai suatu bangsa, ia mengubah kehidupan sosialnya menjadi medan pertengkaran dan perpecahan sebagai ganti keadilan, keamanan dan kedamaian. Secara alami, dalam masyarakat semacam itu, keluhuran moral dan rohani tidak mendapat kesempatan. Orang serakah merebut sumber-sumber kekayaan untuk mendapatkan yang lebih banyak dari haknya sendiri, dan mengakaibatkan permasalahan ekonomi yang parah (Sayid Mujtaba Musai Lari : "Menumpas Penyakit Hati", 1999:161). Rasulullah mengkhawatirkan, kalau nanti terhampar luas, terbuka lebar kemewahan dan keindahan dunia bagi ummatnya, seperti telah pernah terhampar pada orang-orang dahulu sebelum mereka, kemudian mereka berlomba-lomba sehingga membinasakan mereka, seperti telah membinasakan orang-orang dahulu (HR Bukhari, Muslim dari Amr bi Aauf al-Anshari).
Pola hidup tamak, rakus, serakah melahirkan perilaku hidup mewah, berorientasi pada pemenuhan kebutuhan (syahwat) perut dan kelamin, berorientasi pada privat profit duniawi semata (hubbun dunya wa karihatul maut), serta prilaku hidup cuek, masa bodoh, tanpa mempedulikan halal atau haram, tanpa mempedulikan keadaan sesama, pokoknya asal terpenuhi kebutuhan perut dan kelamin, tak punya rasa malu sama sekali, tak punya rasa kepekaan sosial.
Kikir atau bakhil adalah merupakan keadaan jiwa seseorang yang menyebabkan ia mempunyai sikap atau kelakuan menahan atau tidak bersedia memberikan sesuatu, yang seharusnya diberikan. Seseorang yang oleh Allah SwT dikaruniai nikmat berupa harta kekayaan yang melimpah misalnya, seharusnya jiwanya tergerak untuk mengeluarkan zakat, infak shadaqah dan sebagainya, guna menyucikan hartanya sendiri dan sekaligus meringankan beban orang yang tidak berkemampuan dan memberikan manfaat kepada masyarakat.
Tetapi dalam praktik, seseorang yang telah dikaruniai harta kekayaan yang melimpah itu justru tidak bersedia mengeluarkan zakat dan infaknya. Jiwanya tidak tergerak, bahkan merasa berat dan sayang mengeluarkan sebagian hartanya untuk diberikan secara cuma-cuma kepada orang lain. Keadaan jiwa serupa itu, yang muncul kepermukaan dalam bentuk sikap atau kelakuan menahan harta yang seharusnya diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya, inilah yang disebut sikap mental kikir atau bakhil itu. Demikian pula disebut kikir, seseorang yang punya kelebihan harta, tetapi sama sekali ia tidak bersedia mengulurkan tangan, memberikan bantuan dan pertolongan kepada orang lain yang menghajatkan pertolongan.
Termasuk juga, dalam pengertian kikir atau bakhil adalah seseorang yang dikaruniai ilmu pengetahuan dalam berbagai macam disiplin, tetapi ia enggan dan tidak bersedia mengajarkan dan menyebarkannya kepada orang lain yang memerlukan. Jiwanya sedikit pun tidak merasa terpanggil untuk memberantas kebodohan dan keterbelakangan yang melanda masyarakat di sekitarnya. Demikian pula, termasuk dalam kategori sikap mental kikir atau bakhil, adalah seseorang yang memiliki keahlian dan ketrampilan tertentu, tetapi ia tidak bersedia memberikan bantuan dan pertolongan kepada orang yang benar-benar memerlukan pertolongan, hanya karena orang tersebut tidak mampu memberikan imbalan yang cukup atas jasa yang telah diberikannya itu.
Juga, termasuk dalam pengertian kikir atau bakhil, adalah seseorang yang dikaruniai hidayah atau petunjuk dan seseorang yang mengerti kebenaran, tetapi ia tidak bersedia menerangkan kebenaran itu kepada orang lain, bahkan sengaja menggelapkannya, padahal masyarakat sangat menghajatkan keterangan dan penerangan. Orang-orang Yahudi tempo dulu, tidak bersedia dan enggan memberikan keterangan kepada kaumnya tentang kedatangan Nabi dan Rasul Allah terakhir, yaitu Nabi Muihammad saw. Bahkan mereka sengaja menggelapkan keterangan Allah SwT dalam kitab suci mereka tentang akan datangnya Nabi dan Rasul penutup itu. Sehingga, banyak sekali kaumnya yang tidak sempat mendapatkan keterangan tentang hidayah Islam, dapatlah dikategorikan sebagai sikap mental kikir atau bakhil juga.
Sikap mental kikir atau bakhil, terhadap harta misalnya, dapat tumbuh dan berkembang pada diri seseorang, ini disebabkan oleh berbagai macam faktor. Antara lain adalah akibat dorongan nafsu memiliki dan menguasai harta kekayaan secara berlebihan. Orang yang kikir tidak menyadari, bahwa dengan sikapnya itu, ia akan mendapatkan banyak kesulitan dan kerugian, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.
Orang yang kikir, betapa pun tinggi pangkat dan kedudukannya dan betapa pun melimpah harta kekayaannya, masyarakat akan menjauhinya. Dalam kehidupan sehari-hari, ia akan dipencilkan. Bila pada suatu ketika ia mengalami kesulitan, maka tidak ada seorang pun yang sudi dan bersedia menolongnya. Kalaupun ada yang bersedia membantunya, adalah semata-mata dengan maksud menjilat atau mencari keuntungan tertentu, tidak didasarkan pada keikhlasan dan rasa simpati. Sedang di akhirat kelak, jelas harta kekayaan yang dikikirkannya itu akan menjadi beban dan menambah lebih beratnya siksa dan azab Allah. Naíuzubillah.

Tidak ada komentar: