Minggu, 31 Januari 2010

Cara-Cara Menghindari Sikap Kikir

Setan menakuti-nakuti kita dengan kemiskinan sehingga kita takut berbuat baik :
"Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir); sedang Allah menjadikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia[170]. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengatahui". QS. Al-Baqarah : 268

Jangan takut miskin, sebab Allah pasti melipatgandakan kebaikan kita :
"Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar." QS.An Nisaa': 26-40
"Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan." QS. Al-Baqarah : 245
"Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal (saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi (dalam syurga)." QS. Saba' : 37
Allah tidak membutuhkan kekayaan kita, tapi kitalah yang membutuhkanNya :
"Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. Maka di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini." QS. Muhammad : 38
“Dan sesungguhnya dia (manusia) sangat berlebihan dalam kecintaannya kepada harta.” (QS. Al ‘Adiyat: 8)
Itulah salah satu perangai manusia yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam Al Qur’an, dan Maha Benar Allah Subhanahu wa Ta’ala dan segala firman-Nya. Memang, kalau kita memperhatikan pola hidup masyarakat dewasa ini, ternyata kondisi mereka tidak jauh berbeda dengan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala gambarkan dalam kitab-Nya yang suci. Harta seolah-olah sudah menjadi tolok ukur tinggi dan rendahnya status sosial seseorang di masyarakat. Sehingga tidaklah mengherankan jika kemudian harta menjadi ‘buruan’ yang senantiasa diintai oleh para pemburunya, apapun yang terjadi yang penting bisa mendapatkan ‘harta buruannya’, walaupun dengan menghalalkan segala cara. Na’udzubillahi min dzalik.
Untuk memberantas penyakit ini hanya ada satu penawar, yaitu manusia harus membekali diri dengan sifat sakho’. Sakho’ atau dermawan adalah perasaan suka memberi orang lain tanpa didasari pamrih sama sekali. Dan menjadi kebalikan dari sifat bakhil, orang yang punya sifat ini akan senantiasa disenangi masyarakat sekitar, lebih dicintai oleh Allah meski dia bukanlah tipe orang yang giat beribadah dan dia akan lebih berpeluang untuk masuk surga dari pada orang bakhil yang gemar beramal ibadah.
Sifat dermawan ini sebenarnya juga memiliki beberapa tahapan dan tingkatan. Namun seseorang itu telah dapat mencapai klimaknya jika ia telah mempunyai sifat itsar (mengedepankan orang lain). Itsar ialah mendermakan hartanya walaupun sebenarnya ia sangat membutuhkannya. Namun karena ada orang lain yang memerlukannya juga maka ia mendahulukan orang tersebut untuk memenuhi kebutuhannya terlebih dahulu. Demikian pula orang yang bakhil. Ia akan dapat mencapai puncak kebakhilannya jika masih saja menahan hartanya walaupun untuk kebutuhan pribadinya. Sehingga seandainya dia sakit, dia tidak akan mengeluarkan hartanya sepeserpun untuk berobat kecuali jika ia mendapatkan obat tersebut secara gratis.
Hakikat sakho’ dan bakhil
Dari banyaknya penjelasan yang telah diterangkan oleh syara’ mungkin kita sudah dapat mengambil kesimpulan bahwa bakhil adalah termasuk sifat tercela yang bisa mengakibatkan kehancuran pemiliknya. Tapi apakah kesimpulan tersebut sudah dapat menjawab pertanyaan apa sebenarnya hakikat bakhil itu dan bagaimana pula seseorang itu bisa mendapat status bakhil?
Tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa dirinya adalah seorang dermawan dan orang lain semuanya bakhil. Dan juga tidak jarang orang selalu berbeda-beda dalam menilai orang lain. Terkadang menurut si A dia adalah orang yang dermawan namun menurut si B dia adalah seorang bakhil.
Bakhil bukanlah berarti orang yang menahan hartanya. Karena setiap manusia pasti memiliki sifat cinta harta benda. Dan karena kecintaan inilah maka dia akan selalu berusaha menjaga dan menahan hartanya. Dan kalau ini dianggap sebagai sifat bakhil maka tidak akan ada orang yang bisa selamat dari kebakhilan ini.
Pengertian bakhil dan sakho’ menurut pandangan agama pada hakikatnya lebih sederhana dari pada pengertian yang biasa dipahami oleh masyarakat umum. Bakhil bukan berarti menahan harta benda saja tetapi bakhil adalah mencegah diri untuk mengeluarkan harta benda yang semestinya dan wajib ia keluarkan. Seperti halnya ketika seseorang itu seharusnya wajib memberi nafkah keluarganya sebesar Rp. 1.000 rupiah, namun ternyata yang ia berikan hanya Rp. 900 rupiah.
Orang yang bakhil juga tidak bisa diartikan sebagai orang yang tidak mau memberi. Karena sebakhil apapun seseorang pasti ia mau memberi walau hanya sedikit jumlahnya. Dan sebaliknya orang yang dermawan juga pasti akan berpikir seribu kali kalau ada orang lain yang meminta semua harta bendanya.
Kesimpulanya, harta benda itu sebenarnya sejak awal diciptakannya adalah untuk suatu hikmah dan tujuan tertentu yakni digunakan untuk memenuhi segala macam kebutuhan makhluk hidup dan dalam realitasnya akan memunculkan banyak kemungkinan-kemungkinan. Kalau seseorang telah diharuskan mentasarrufkan hartanya untuk suatu hal, akan tetapi ternyata dia tidak mau mengeluarkannya maka ialah orang bakhil. Begitu juga sebaliknya orang yang menggunakan hartanya pada hal-hal yang dilarang agama maka ia dianggap tabdzir (menghambur-hamburkan harta). Dan diantara keduanya adalah wasath (sedengan. Jawa) yaitu berlaku ekonomis. Tidak terlalu menghambur-hamburkan harta juga tidak terlalu menahannya. Semua dipenuhi sesuai dengan porsi serta kebutuhannya.
Yang menjadi persoalan sekarang adalah harta benda itu wajib digunakan untuk apa saja? Ada dua macam kewajiban seseorang dalam penggunaan hartanya. Wajib atas dasar agama dan kewajiban karena harga diri (muru’ah) dan adat istiadat masyarakat (sosial). Dan dermawan yang sejati adalah orang yang tidak pernah mencegah hartanya untuk digunakan pada dua kewajiban tersebut. Kalau salah satu dari keduanya ada yang tidak dipenuhi maka dia telah dianggap sebagai seorang bakhil. Hanya saja orang yang mencegah harta untuk kewajiban syar’i seperti halnya zakat, menafkahi keluarga dan lain-lain itu dianggap lebih bakhil dari yang lain
Kondisi seperti ini diperparah dengan munculnya sikap bakhil / kikir disebabkan kecintaan mereka yang sangat berlebihan terhadap hartanya. Lebih memprihatinkan manakala sifat yang seperti ini ada pada kaum muslimin yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wa Sallam. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan bahwa berinfaq merupakan salah satu sifat orang-orang yang bertaqwa sebagaimana firman-Nya (artinya):
“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menginfaqkan sebagian rizki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Al Baqarah: 3)
Seorang muslim sejati pasti menginginkan dirinya meraih predikat taqwa. Sikap dermawan dan suka menginfaqkan harta kepada siapa saja yang membutuhkan merupakan cermin dari jujurnya keimanan dan taqwa yang ada pada seorang muslim. Dia sangat yakin akan janji-janji Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wa Sallam terhadap orang yang melakukan amalan besar ini, walaupun hal ini bertentangan dengan tabiat asal manusia yang gila harta.
Banyak sekali dalil-dalil Al Quran ataupun hadist yamg menyabutkan,pentingnya besedekah dan berderma. Marilah kita merenungi dan mengaji ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hadits-hadits Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam yang menjelaskan keutamaan infaq dan shadaqah (sedekah) serta bahayanya sifat bakhil/kikir. Dengan suatu harapan agar Allah Subhanahu wa Ta’ala membukakan pintu hati kita untuk berhias dengan sifat derma dan menjaganya dari sifat bakhil/kikir.
Do’a Malaikat untuk Si Penderma dan Si Kikir
Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
مَا مِنْ يَوْ مٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيْهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ، فَيَقُوْلُ أَحَدُهُمَا : اَللّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقاً خَلَفاً، وَيَقُوْلُ اْلآخَرُ : اَللّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكاً تَلَفاً.
“Tidaklah ada satu hari pun yang dilalui oleh setiap hamba pada pagi harinya, kecuali ada dua malaikat yang turun, berkata salah satu dari keduanya: Ya Allah berilah orang yang suka menginfaqkan hartanya berupa ganti (dari harta yang diinfaqkan tersebut), dan berkata (malaikat) yang lain: Ya Allah, berilah orang yang kikir kebinasaan (hartanya).” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Allah Subhanahu wa Ta’ala pun berjanji akan mengganti orang yang berinfaq dengan ganti yang lebih baik, sebagaimana dalam firman-Nya (artinya):
“Dan Apa saja yang kamu infaqkan, niscaya Dia (Allah) akan menggantinya.” (QS. Saba’: 39)
Demikian pula yang difirmankan-Nya dalam hadits qudsi:
أَنْفِقْ يَا ابْنَ آدَمَ يُنْفَقْ عَلَيْكَ.
“Berinfaqlah wahai anak Adam, niscaya engkau akan diberi balasan/gantinya.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Seorang muslim yang jujur keimanannya akan segera membenarkan keterangan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wa Sallam tersebut. Kemudian mendorongnya untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan banyak berinfaq dan bershadaqah kepada saudaranya yang membutuhkan.
Namun yang perlu diperhatikan disini adalah pentingnya menjaga keikhlasan niat ketika beramal. Karena suatu amalan ibadah apapun bentuknya, jika tidak diniatkan ikhlas semata-mata mengharapkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka amalan itu akan sia-sia.
Demikian pula berinfaq, yang merupakan amalan besar dan mulia dalam Islam, harus ditunaikan dengan ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Janganlah berinfaq dengan niatan agar hartanya semakin bertambah banyak setelah melihat keutamaan yang telah disebutkan di atas, terlebih lagi berinfaq dengan niatan agar dinilai sebagai orang yang dermawan.
Karena keutamaan dan janji yang disebutkan tadi tidaklah diraih kecuali oleh orang-orang yang ikhlas dalam infaq/shadaqahnya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mengharapkan wajah Allah (yakni ikhlas), maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan.” (QS. Ar Ruum: 39)
Sungguh indah permisalan yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan dalam Al Qur’an tentang orang-orang yang ikhlas dalam menginfaqkan hartanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan permisalan orang-orang yang menginfaqkan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis (pun memadai) …” (QS. Al Baqarah: 265)
Sehingga sebanyak apapun harta yang diinfaqkan oleh seseorang karena ikhlash lillahi ta’ala, justru akan semakin menambah barakah pada harta tersebut, tidak berkurang sedikitpun. Sungguh benar apa yang disabdakan Rasulullah r:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Tidaklah shadaqah itu akan mengurangi harta.” (HR. Muslim)
Benteng dari An Nar dan Pendorong Menuju Al Jannah
Dan di antara keutamaan shadaqah adalah bahwa ia menjadi salah satu sebab terlindunginya seseorang dari siksaan An Nar (api neraka). Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
ِاتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ.
“Takutlah kepada api neraka walaupun dengan bershadaqah separuh buah kurma.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Pada suatu ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memberitakan bahwa ternyata penghuni An Nar itu kebanyakan adalah para wanita.Tetapi beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam adalah seorang yang sangat belas kasih terhadap umatnya, tidak membiarkan umatnya menghadapi masalah tanpa tahu jalan keluarnya, maka beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pun bersabda:
يَا مَعْشَرَ النِّسَا ءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ.
“Wahai sekalian wanita, bershadaqahlah, karena sesungguhnya aku melihat kalian (para wanita) adalah mayoritas dari penduduk an nar.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam memerintahkan mereka untuk banyak-banyak bershadaqah, walaupun mungkin ada di antara mereka yang tidak memiliki kelebihan harta, beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam tetap memberikan dorongan untuk berinfaq, bershadaqah, dan memberikan apa yang dimiliki kepada siapa saja yang membutuhkan. Beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
يَا نِسَاءَ الْمُسْلِمَاتِ لاَ تَحْقِرَنَّ جَارَةٌ لِجَارَتِهَا وَلَوْ فِرْسِنَ شَاةٍ.
“Wahai para wanita muslimah, janganlah seorang tetangga meremehkan untuk memberikan shadaqah kepada tetangganya walaupun hanya sepotong kaki kambing.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Demikianlah Allah Subhanahu wa Ta’ala, sedikitpun tidak menyia-nyiakan amalan baik seseorang, walaupun amalan itu kelihatannya sepele dan mungkin dianggap remeh oleh sebagian orang, tetapi ternyata sangat besar nilainya di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Al Jannah (surga) yang seluas langit dan bumi juga telah disediakan untuk orang-orang dermawan yang dengan ikhlas menginfaqkan hartanya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
أَرْبَعُونَ خَصْلَ ةً أَعْلاَهَا مَنِيْحَةُ الْعَنْزِ مَا مِنْ عَامِلٍ يَعْمَلُ بِخَصْلَةٍ مِنْهَا رَجَاءَ ثَوَابِهَا وَتَصْدِيْقَ مَوْعُوْدِهَا إِلاَّ أَدْخَلَهُ اللهُ تَعَالَى بِهَا الْجَنَّةَ.
“Ada empat puluh perangai dan yang paling utama adalah mendermakan seekor kambing untuk diperah susunya, tidak ada satu orang pun yang mengamalkan perangai-perangai tersebut dengan tujuan mengharap pahalanya dan membenarkan apa yang telah dijanjikannya kecuali Allah akan masukkan dia (dengan amalannya tadi) ke dalam Al Jannah.” (HR. Al Bukhari)
Diantara Amalan Terbaik dalam Islam.Pernah ada salah seorang shahabat yang bertanya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam:
أَيُّ اْلإِسْلاَمِ خَيْرٌ ؟
“Amalan apakah yang paling baik dalam Islam?
Maka beliau Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pun menjawab:
تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ.
“Memberi makan (orang yang membutuhkan), dan mengucapkan salam baik kepada orang yang engkau kenal maupun yang tidak engkau kenal.” (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Amalan inipun jika dilakukan dengan ikhlas semata-mata mengharapkan ganjaran dari Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka orang yang mengamalkannya termasuk golongan orang-orang yang telah berbuat kebajikan, yang dengan gamblang Allah Subhanahu wa Ta’ala gambarkan balasan yang akan mereka dapatkan, sebagaimana dalam QS. Al Insan: 8-22
Kembali kita mengingat do’a malaikat yang disebutkan di atas. Sungguh sifat inilah yang menjadi salah satu sebab kebinasaan orang-orang terdahulu. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam telah mengabarkan dalam sebuah sabdanya:
اِتَّقُوا الظُّلْمَ، فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَاتَّقُوا الشُّحَّ، فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوْا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوْا مَحَارِمَهُمْ.
“Takutlah dari perbuatan zhalim karena kezhaliman itu menyebabkan kegelapan pada hari kiamat, dan takutlah dari perbuatan kikir, karena sesungguhnya kekikiran itu menyebabkan kebinasaan orang-orang sebelum kalian, (kekikiran itu) telah mendorong mereka untuk menumpahkan darah-darah mereka dan menghalalkan perkara-perkara yang diharamkan atas mereka.” (HR. Muslim)
Kebinasaan yang akan ditimpa oleh orang-orang yang kikir tidak hanya di akhirat saja, bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala menyegerakan adzab bagi mereka di dunia. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
مَا مَنَعَ قَوْمٌ الزَّكَاةَ إِلاَّ ابْتَلاَهُمُ اللهُ بِالسِّنِين.
“Tidaklah suatu kaum mencegah dari memberikan zakat kecuali Allah akan menimpakan bala’ kepada mereka dengan paceklik.” (HR. Ath Thabarani)
Kesulitan hidup, kesempitan karena berbagai problem yang dihadapi juga merupakan akibat dari sikap bakhil dan kikir Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan adapun orang yang bakhil dan merasa dirinya tidak butuh kepada Allah, serta mendustakan keyakinan yang benar berikut balasannya, maka akan Kami mudahkan baginya keadaan yang sulit.” (QS. Al Lail: 8-10)
Sifat kikir juga mendatangkan kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tentunya kita masih ingat kisah tiga orang dari kalangan Bani Israil yang diuji oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan dikaruniakan kepada mereka nikmat berupa kesembuhan dari penyakit dan harta (hewan ternak) yang semakin melimpah (berkembang biak). Dua dari tiga orang tersebut enggan untuk memberikan harta yang dimilikinya kepada yang membutuhkan. Maka akibatnya, tidak hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala lenyapkan hartanya, tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala juga murka kepada mereka.
Dan sebaliknya, seorang dari mereka dengan sukarela memberikan harta yang telah Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan tersebut kepada yang membutuhkan, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala kekalkan hartanya dan Dia Subhanahu wa Ta’ala pun ridha kepadanya.
Para pembaca rahimakumullah, itulah sifat kikir yang membinasakan. Hendaknya setiap muslim benar-benar berhati-hati darinya, berusaha untuk menghilangkannya jika sifat tersebut ada pada dirinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (artinya):
“Dan barangsiapa yang dijaga dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al Hasyr: 9).
Akhir kata, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa melapangkan hati-hati kita untuk berinfaq/bershadaqah dengan penuh keikhlashan, dan membersihkan hati-hati kita dari sifat-sifat bakhil/kikir yang membinasakan. Amin…

Tidak ada komentar: